GURU “DIGUGU DAN DTIRU”
Guru
dalam dalam filosofi bahasa Jawa adalah “orang yang bisa digugu dan ditiru”.
Ungkapan ini memiliki makna yang sangat dalam. Salah satu makna dari kata guru
adalah sebagai berikut : pertama, “digugu” mengandung arti orang yang mempunyai
sifat jujur (siddiq). Sehingga setiap kata yang diucapkan oleh seorang guru
mengandung makna kebenaran dan jauh dari kebohongan serta kebenaran itu sudah
terinternalisasi dalam dirinya, terwujudkan dalam perilaku sehari-harinya baik
itu dalam komunitas sekolah dimana ia berinteraksi dengan anak didik beserta
teman seprofesi, maupun dalam lingkungan dimana ia tinggal. Kedua, “ditiru” mengandung makna bahwa seorang guru adalah orang yang
harus mampu menjadi teladan bagi anak didik pada khususnya dan masyarakat luas
pada umumnya. Dengan bekal pengetahuan yang telah terinternalisasi dalam
dirinya dan telah terwujud dalam perilaku sehari-harinya maka seorang guru adalah
orang yang harus mampu menjadi teladan bagi yang lain.
Kalau
kita menengok sejarah maka kita akan mengetahui bagaimana profil guru dalam
masyarakat. Guru masa lalu adalah orang yang dihormati dan disegani dalam
masyarakat. Bahkan masyarakat pada umumnya memanggil seorang guru bukan dengan
namanya, tetapi kebanyakan masyarakat kita ketika mereka bertemu, menyapa,
bertanya cukup mereka memanggil dengan sebutan “pak guru”. Ungkapan ini
menunjukkan adanya penghormatan dan penghargaan terhadap profesi guru. Fenomena
seperti ini sekarang sudah jarang sekali ditemukan kecuali di beberapa desa yang
masih mempunyai kesalehan social dan moral yang kental.
Menurunnya
sikap masyarakat dalam menghargai “guru “ disebabkan oleh beberapa hal,
diantaranya dari segi pribadi guru, orangtua dan media :
1. Dari segi kondisi pribadi guru
Ø Kurang
tepatnya guru dalam bersikap, baik itu terhadap sesama profesi, terhadap siswa
maupun terhadap masyarakat. Hal ini bisa disebabkan kesadaran yang kurang
terhadap keberadaan dirinya yang selalu diperhatikan dan bisa dicontoh anak
didiknya.
Ø Guru
hanya menyampaikan materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya tanpa
menyadari bahwa dirinya menjadi ayah atau ibu dari anak didiknya. Sehingga
tidak ada bedanya antara guru dan pekerja bangunan.
Ø Guru
tidak bisa mengintegrasikan nilai-nilai moral atau agama dengan materi
pelajaran yang disampaikan. Sehingga materi pelajaran umum tidak lebih hanya
konsumsi akal saja tanpa ada hubungan dengan wilayah hati dan perasaan anak
didik, sebaliknya pelajaran agama hanya untuk memenuhi target nilai kelulusan.
Ø Guru
mengorientasikan keberhasilan pelajaran hanya kepada tingginya nilai hasil
belajar siswa.
Ø Guru
kurang bisa memposisikan dirinya dan menunjukkan kepribadian dirinya sebagai
seorang “panutan/teladan” di masyarakat.
2. Dari segi orang tua
Ø Kurangnya
pengarahan orang tua kepada anaknya tentang akhlak kepada orang yang lebih tua.
Ø Kurangnya
silaturrohmi/komunikasi antara orang tua dan guru. Kehadiran orang tua ke
sekolah terbatas hanya mendatangi undangan sekolah. Jarang sekali didapati
orang tua yang menanyakan perihal sikap anaknya terhadap gurunya.
Ø Ketika
ada permasalahan yang berkaitan dengan anaknya, orang tua lebih membela anaknya
tanpa terlebih dahulu mengetahui akar permasalahannya.
Ø Orang
tua menyalahkan guru di depan anaknya walaupun masalah yang remeh.
Ø Orang
tua kurang memberikan contoh terhadap anaknya bagaimana seharusnya sikap anak
terhadap gurunya
Ø Orang
tua kurang kurang memahami agama dan tidak konsisten dalam menjalankan
ibadahnya. Hal ini akan berimbas pada proses pembelajaran dan pembentukan
akhlak keluarga.
3. Pengaruh media
Media
mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemirsanya, hal ini disebabkan tampilam
secara visual lebih mudah untuk dimengerti dan ditiru. Media mempunyai nilai
negative dan positif. Media yang ada sekarang lebih banyak menampilkan
kekerasan, hiburan dengan latar kemewahan, hal-hal yang menakutkan (horror) dan
aneka macam tayangan yang hanya menampilkan hasil/ bentuk masyarakat tetapi
jarang sekali media yang menampilkan proses pembentukan masyarakat (pendidikan)
yang benar. Tayangan dengan latar pendidikan tiada lain hanyalah selingan untuk
menceritakan tentang percintaan. Model-model pendidikan asing yang lebih
menonjolkan kepada kemampuan akal banyak ditiru oleh masyarakat, sehingga
banyak orang yang bingung jika anaknya memperoleh nilai kurang baik sementara
bagaimana kualitas moral anaknya kurang begitu diperhatikan.
Pada masa-masa sekarang posisi
agama sudah mulai disepelekan, agama hanya sebatas identitas belaka tanpa ada
keinginan untuk memahami hakikatnya. Adanya pemisahan antara agama dan kegiatan
sosial kemasyarakatan (sekuler) hal ini akan berpengaruh terhadap akhlak dan
pola pikir masyarakat. Semua hal akan diukur dengan materi sehingga seorang
guru bagi mereka tiada lain hanyalah orang yang bekerja untuk mencari nafkah.
Dengan pola pikir seperti ini, maka sekarang banyak ditemukan seorang guru yang
di demo, dituntut bahkan dianiaya oleh wali murid bahkan para siswanya sendiri.
Begitu pula sebaliknya tidak jarang ditemukan guru yang lupa akan profesi yang
diembannya sebagai seorang panutan yang selalu dipegang kata-katanya dan
diteladani perilakunya, sehingga muncul ibarat “guru kencing berdiri murid
kencing berlari”.
Keharusan
bagi guru
- Menjadikan Rosululloh Muhammad saw., sebagai suri tauladan
- Pandai bersikap dan menjadi teladan yang baik bagi siswanya
Jika guru suka menyayangi
maka siswa akan pandai mencintai
Jika guru suka menghargai
maka siswa akan pandai menghormati
Jika guru suka meremehkan
maka siswa akan pandai menghina
Jika guru suka memarahi
maka siswa akan pandai memberontak
- Mengintegrasikan pelajaran yang disampaikan dengan nilai-nilai agama
- Membangun jembatan komunikasi yang baik dengan orang tua anak didiknya
- Menyadari keberadaan dirinya sebagai seorang “panutan/teladan” yang baik di masyarakat
- Menghargai orang lain baik itu di kelas, kantor maupun di masyarakat
- Selalu berusaha menjadi orang yang jujur baik itu terhadap anak didiknya, teman kerjanya maupun masyarakat sekitarnya
- Menghilangkan semua penyakit hati dari dalam dirinya
- Terus menambah/memperdalam pengetahuan agamanya
ING NGARSO SUNG TULADHA
ING MADYO MBANGUN KARSO
TUTWURI HANDAYANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar