Translate

Senin, 28 Mei 2012

GURU “DIGUGU DAN DTIRU”


GURU “DIGUGU DAN DTIRU”

Guru dalam dalam filosofi bahasa Jawa adalah “orang yang bisa digugu dan ditiru”. Ungkapan ini memiliki makna yang sangat dalam. Salah satu makna dari kata guru adalah sebagai berikut : pertama, “digugu” mengandung arti orang yang mempunyai sifat jujur (siddiq). Sehingga setiap kata yang diucapkan oleh seorang guru mengandung makna kebenaran dan jauh dari kebohongan serta kebenaran itu sudah terinternalisasi dalam dirinya, terwujudkan dalam perilaku sehari-harinya baik itu dalam komunitas sekolah dimana ia berinteraksi dengan anak didik beserta teman seprofesi, maupun dalam lingkungan dimana ia tinggal. Kedua, “ditiru” mengandung makna bahwa seorang guru adalah orang yang harus mampu menjadi teladan bagi anak didik pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Dengan bekal pengetahuan yang telah terinternalisasi dalam dirinya dan telah terwujud dalam perilaku sehari-harinya maka seorang guru adalah orang yang harus mampu menjadi teladan bagi yang lain.
Kalau kita menengok sejarah maka kita akan mengetahui bagaimana profil guru dalam masyarakat. Guru masa lalu adalah orang yang dihormati dan disegani dalam masyarakat. Bahkan masyarakat pada umumnya memanggil seorang guru bukan dengan namanya, tetapi kebanyakan masyarakat kita ketika mereka bertemu, menyapa, bertanya cukup mereka memanggil dengan sebutan “pak guru”. Ungkapan ini menunjukkan adanya penghormatan dan penghargaan terhadap profesi guru. Fenomena seperti ini sekarang sudah jarang sekali ditemukan kecuali di beberapa desa yang masih mempunyai kesalehan social dan moral yang kental.
Menurunnya sikap masyarakat dalam menghargai “guru “ disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya dari segi pribadi guru, orangtua dan media :
1.   Dari segi kondisi pribadi guru
Ø  Kurang tepatnya guru dalam bersikap, baik itu terhadap sesama profesi, terhadap siswa maupun terhadap masyarakat. Hal ini bisa disebabkan kesadaran yang kurang terhadap keberadaan dirinya yang selalu diperhatikan dan bisa dicontoh anak didiknya.
Ø  Guru hanya menyampaikan materi pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya tanpa menyadari bahwa dirinya menjadi ayah atau ibu dari anak didiknya. Sehingga tidak ada bedanya antara guru dan pekerja bangunan.
Ø  Guru tidak bisa mengintegrasikan nilai-nilai moral atau agama dengan materi pelajaran yang disampaikan. Sehingga materi pelajaran umum tidak lebih hanya konsumsi akal saja tanpa ada hubungan dengan wilayah hati dan perasaan anak didik, sebaliknya pelajaran agama hanya untuk memenuhi target nilai kelulusan.
Ø  Guru mengorientasikan keberhasilan pelajaran hanya kepada tingginya nilai hasil belajar siswa.
Ø  Guru kurang bisa memposisikan dirinya dan menunjukkan kepribadian dirinya sebagai seorang “panutan/teladan” di masyarakat.

2.   Dari segi orang tua
Ø  Kurangnya pengarahan orang tua kepada anaknya tentang akhlak kepada orang yang lebih tua.
Ø  Kurangnya silaturrohmi/komunikasi antara orang tua dan guru. Kehadiran orang tua ke sekolah terbatas hanya mendatangi undangan sekolah. Jarang sekali didapati orang tua yang menanyakan perihal sikap anaknya terhadap gurunya.
Ø  Ketika ada permasalahan yang berkaitan dengan anaknya, orang tua lebih membela anaknya tanpa terlebih dahulu mengetahui akar permasalahannya.
Ø  Orang tua menyalahkan guru di depan anaknya walaupun masalah yang remeh.
Ø  Orang tua kurang memberikan contoh terhadap anaknya bagaimana seharusnya sikap anak terhadap gurunya
Ø  Orang tua kurang kurang memahami agama dan tidak konsisten dalam menjalankan ibadahnya. Hal ini akan berimbas pada proses pembelajaran dan pembentukan akhlak keluarga.
3.   Pengaruh media
Media mempunyai pengaruh yang besar terhadap pemirsanya, hal ini disebabkan tampilam secara visual lebih mudah untuk dimengerti dan ditiru. Media mempunyai nilai negative dan positif. Media yang ada sekarang lebih banyak menampilkan kekerasan, hiburan dengan latar kemewahan, hal-hal yang menakutkan (horror) dan aneka macam tayangan yang hanya menampilkan hasil/ bentuk masyarakat tetapi jarang sekali media yang menampilkan proses pembentukan masyarakat (pendidikan) yang benar. Tayangan dengan latar pendidikan tiada lain hanyalah selingan untuk menceritakan tentang percintaan. Model-model pendidikan asing yang lebih menonjolkan kepada kemampuan akal banyak ditiru oleh masyarakat, sehingga banyak orang yang bingung jika anaknya memperoleh nilai kurang baik sementara bagaimana kualitas moral anaknya kurang begitu diperhatikan.
              Pada masa-masa sekarang posisi agama sudah mulai disepelekan, agama hanya sebatas identitas belaka tanpa ada keinginan untuk memahami hakikatnya. Adanya pemisahan antara agama dan kegiatan sosial kemasyarakatan (sekuler) hal ini akan berpengaruh terhadap akhlak dan pola pikir masyarakat. Semua hal akan diukur dengan materi sehingga seorang guru bagi mereka tiada lain hanyalah orang yang bekerja untuk mencari nafkah. Dengan pola pikir seperti ini, maka sekarang banyak ditemukan seorang guru yang di demo, dituntut bahkan dianiaya oleh wali murid bahkan para siswanya sendiri. Begitu pula sebaliknya tidak jarang ditemukan guru yang lupa akan profesi yang diembannya sebagai seorang panutan yang selalu dipegang kata-katanya dan diteladani perilakunya, sehingga muncul ibarat “guru kencing berdiri murid kencing berlari”.
Keharusan bagi guru
  1. Menjadikan Rosululloh Muhammad saw., sebagai suri tauladan
  2. Pandai bersikap dan menjadi teladan yang baik bagi siswanya
Jika guru suka menyayangi maka siswa akan pandai mencintai
Jika guru suka menghargai maka siswa akan pandai menghormati
Jika guru suka meremehkan maka siswa akan pandai menghina
Jika guru suka memarahi maka siswa akan pandai memberontak
  1. Mengintegrasikan pelajaran yang disampaikan dengan nilai-nilai agama
  2. Membangun jembatan komunikasi yang baik dengan orang tua anak didiknya
  3. Menyadari keberadaan dirinya sebagai seorang “panutan/teladan” yang baik di masyarakat
  4. Menghargai orang lain baik itu di kelas, kantor maupun di masyarakat
  5. Selalu berusaha menjadi orang yang jujur baik itu terhadap anak didiknya, teman kerjanya maupun masyarakat sekitarnya
  6. Menghilangkan semua penyakit hati dari dalam dirinya
  7. Terus menambah/memperdalam pengetahuan agamanya

ING NGARSO SUNG TULADHA
ING MADYO MBANGUN KARSO
TUTWURI HANDAYANI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar